Jumat, 27 Februari 2009

Di kwitang, Setiap Toko Buku Ditinggalkan Pembacanya

sekali waktu sebuah kabar dari surat elektronik tiba

tentang kau yang menulis teman-temanmu dari atap bahasa

dalam sebuah buku



siang ini, di Kwitang aku mencarimu

di antara rak-rak kayu yang reot

di sela-sela buku yang lusuh

di setiap bau arak murahan calo-calo

-where are you Pelo?



aku tidak menemukanmu,



“enggadtzi….enggadtzi”


di luar toko sepertinya kau memanggilku pelan

aku bersikeras meyakinkan diri bahwa itu adalah suara yang sama

ketika kali pertama

kau menawarkan ku secangkir kopi

di sebuah kantin taman budaya



kuedarkan pandanganku ke segala arah

tapi yang kulihat hanya lalulintas yang ruet dan bising

hanya parade kening yang di dalamnya sirine terus berdenging

-yes man, I like the way you dance and sing!



telepon genggamku berdering

sebuah pesan singkat kubuka

dering yang berbeda dengan suara tifa, manik hitam atau koteka

“kau telah menemukanku di setiap puisi-puisi cinta yang kau benci

dan grafiti yang kau cemburui”



sebuah pesan tanpa nama, hanya angka-angka

serupa toko buku yang ditinggalkan pembacanya





Pejaten, 2009 (White Crow)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar